Serba Gratis
Presiden Teken UU Adminduk, Kini Pelayanan KTP, KK, dan Akta Kelahiran Semua Gratis.
Dalam rangka peningkatan pelayanan Administrasi Kependudukan (Adminduk) sesuai dengan tuntutan pelayanan yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, tertib, dan tidak diskriminatif, serta mempertimbangkan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Desember 2013 lalu, telah menandatangani dan mengesahkan berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Dalam UU ini ditegaskan, bahwa pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) berkewajiban menyediakan blanko KTP Elektronik (KTP-el) bagi kabupaten/kota, dan menyediakan blanko dokumen kependudukan selain blanko KTP-el melalui Instansi Pelaksana yaitu pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Adminduk.
Adapun pemerintah provinsi berkewajiban memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Sedang pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependuduk, dan penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan.
Undang-Undang ini menegaskan, pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan wajib memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap penduduk; mencetak , menerbitkan, dan mendistribusikan Dokumen Kependudukan; dan menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan (kejadian yang dialami pendduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarha, Kartu Tanda Penduduk, dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya) dan Peristiwa Penting (kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak dan perubahan nama atau kewarganegaraan).
“Kewajiban memberikan pelayanan untuk pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA Kecamatan,” bunyi Pasal 8 Ayat (2) UU ini.
Adapun pelayanan pencatatan sipil pada tingkat kecamatan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan Akta Pencatatan Sipil.
Wajib Dilaporkan
Menurut Pasal 27 UU No. 24/2013 ini, setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Berdasarkan laporan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
“Pelaporan yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dan penerbitan Akta Kelahiran dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat,” bunyi Pasal 32 Ayat (1) UU ini.
Demikian pula, setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Selanjutnya, berdasarkan laporan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menebritka Kutipan Akta Kematian.
“Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan,” bunyi Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 ini.
Adapun pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sejak tanggal surat pengakuan anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan. “Pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut agama, tetapi belum sah menurut hukum negara,” bunyi Pasal 49 Ayat (2) UU ini.
Sedangkan pengesahan anak, wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. Pengesahan anak, menurut UU ini, hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara.
Wajib Miliki KTP
Pasal 63 Undang-Undang ini menegaskan, penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawain wajib memiliki KTP Elektronik (KTP-el). KTP sebagaimana dimaksud berlaku secara nasional.
Penduduk yang telah memiliki KTP-el, lanjut Pasal 63 Ayat (5) UU ini, wajib membawanya pada saat bepergian. Sementara pada Ayat (6) disbeutkan, penduduk hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.
“Pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan (dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil) tidak dipungut biaya,” tegas Pasal 79 A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 ini.
Adapun Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi sesuai UU ini meliputi: a. Keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental; b. Sidik jari; c. iris mata; d. tanda tangan; dan e. Elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.